Membangun perencanaan keuangan sangat mirip dengan membangun sebuah rumah, dimana pondasi sangat penting agar rumah tersebut berdiri kokoh. Begitupun dengan perencanaan keuangan pondasi keuangan juga sangat penting. Berikut adalah step-step perencanaan keuangan dari pondasi sampai atap.
Lapisan Pertama : Arus Kas dan Dana Darurat
Lapisan pertama ini merupakan dasar dan pondasi perencanaan keuangan sebagai keamanan keuangan. Lapisan ini sangat penting untuk mencapai tujuan-tujuan keuangan keluarga tersebut.
Perencanaan Arus Kas merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan keuangan.
ARUS KAS BERSIH = PENDAPATAN – PENGELUARAN
Berikut adalah Pola Pengeluaran yang direkomendasikan
Kunci keberhasilan kekayaan adalah mengendalikan bagaimana uang dibelanjakan. Pindahkan pos maksimum ke minimum dan pindahkan pos minimum ke minimum. Bila hutang menjadi 0 , upayakan tidak berhutang lagi. Alokasikan pos bayar cicilan hutang dapat dialihkan ke pos minimum yaitu pos tabungan masa depan dan asuransi.
Dana Darurat adalah Simpanan uang yang dapat disisihkan untuk menutupi bila ada kejadian-kejadian tak terduga dalam kehidupan.
Syarat untuk membuat Dana Darurat adalah minimal memenuhi 3-6 bulan dari pengeluaran/penghasilan rutin bulanan, terpisah dari tabungan lain dan harus bersifat likuiditas tinggi.
Fungsi dana darurat adalah bila terjadi pemutusan hubungan kerja, terjadi darurat kesehatan, perbaikan rumah yang tidak terduga, masalah mobil dan biaya perjalanan mendadak yang tidak terencana.
Lapisan Kedua : Manajemen Risiko
Lapisan kedua ini juga sangat penting dalam perencanaan keuangan untuk mengantisipasi risiko kehidupan yang terjadi untuk mencapai tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan Manajemen Risiko adalah memastikan tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang apapun kondisinya. Bila terjadi risiko hidup baik masuk rumah sakit akibat kecelakaan atau sakit, terjadi risiko sakit berkepanjangan atau meninggal dini.
Manajemen Risiko terbagi 2. Risk Avoiding dan Risk Transfer/Sharing. Risk Avoding adalah menghindari risiko namun dengan teknik ini, kehidupan tidak terlalu nyaman. Teknik manajemen risiko yang paling baik adalah dengan Asuransi ( Risk Transfer/ Risk Sharing ).
Asuransi juga perlu perencanaan, ada 3 level perencanaan asuransi.
- Asuransi Rawat Inap mempunyai manfaat melindungi arus kas dan aset tabungan apabila masuk ke rumah sakit akibat sakit atau kecelakaan. Mahalnya biaya berobat, jatuh sakit jadi bangkrut. Ketakutan seseorang pada saat di vonis sakit adalah bukan karena sakitnya, tapi justru biaya pengobatannya. Aset yang paling berharga saat ini adalah kesehatan. Manfaat mempunyai asuransi kesehatan adalah memberikan rasa tenang, mengatur pengeluaran, mendapatkan pelayanan yang layak, tidak merepotkan orang lain dan terhindar dari meninggal dini.
- Asuransi Sakit Kritis mempunyai manfaat melindungi arus kas dan kekayaan. Asuransi Rawat Inap dapat melindungi dan membayar seluruh tagihan rumah sakit, namun dampak dari risiko penyakit kritis lebih besar. Asuransi Sakit Kritis diperlukan untuk menutupi sisa tagihan rumah sakit yang belum terbayarkan oleh asuranis rawat inap, dan yang lebih penting adalah dampak selanjutnya yaitu Biaya Kehidupan yang terus berjalan karena kurang produktif, membayar cicilan2 hutang berjalan, biaya sekolah anak, atau biaya perawatan lanjutan. Rata-rata nilai perlindungan asuransi sakit kritis minimal 5 tahun dari penghasilan bulanan rutin.
- Asuransi Jiwa mempunyai manfaat untuk melindungi orang yang bergantung hidup kepadanya. Seseorang yang telah meninggal tidak memerlukan uang, namun keluarga yang ditinggalkan harus tetap dapat hidup. Diperlukan asuransi jiwa. Perhitungan nilai asuransi jiwa ada 3 pendekatan.
- Pendekatan Pendapatan Klien ( Multiple Approach ) – Perhitungan bedasarkan masa produktif pencari nafkah
- Pendekatan Kebutuhan Tanggungan ( Need Approach ) – Perhitungan nilai asuransi jiwa dari masa tanggungan
- Pendekatan Retensi Modal ( Capital Needs Approach ) – Manfaat asuransi diinvestasikan dan setiap bulan dapat menghasilkan untuk membiayai kehidupan tanpa mengurangi pokoknya.
Contoh perhitungan nilai UP Jiwa dari retensi modal : Bapak A mempunyai penghasilan perbulan Rp 10 Juta, maka nilai UP jiwa untuk pendekatan retensi modal adalah Rp 10 Juta x 12 bulan / ( 6% bunga/bagi hasil deposito ) = 2 Milyar. Artinya bapak A minimal mempunyai nilai asuransi jiwa 2 Milyar. apabila bapak A terjadi kepastian meninggal maka 2 milyar akan diberikan ke ahli waris dan akan di depositakan dengan bagi hasil/bunga 6% maka setiap keluarga tersebut akan mendapatkan rata2 pendapatan tetap sebesar 10 juta perbulan. Angka Bunga/Bagi Hasil dapat berubah-ubah. sesuaikan dengan kebutuhan dan profil nasabah.
Lapisan Ketiga : Tujuan Keuangan Jangka Pendek
Lapisan ketiga ini merupakan tujuan keuangan jangka pendek plus menengah seperti contoh membeli rumah, mobil, menikah, perjalanan ibadah dll. Yang di sebut tujuan jangka pendek adalah investasi 0 – 3 tahun dan menengah adalah 3- 5 tahun. Perlunya perencanaan investasi yang baik sesuai dengan profile risiko client. Instrumen – instrumen investasi seperti Pasar Uang , Pendapatan Tetap, SBN dan Deposito dapat menjadi pilihan agar tercapai tujuan tersebut.
Lapisan Keempat : Tujuan Keuangan Jangka Panjang
Lapisan ke empat ini merupakan tujuan keuangan jangka panjang seperti contoh merencanakan pendidikan anak dan pensiun. Yang di sebut tujuan jangka panjang adalah investasi di atas 5 tahun. Perlunya perencanaan investasi yang baik sesuai dengan profile risiko client. Instrumen – instrumen investasi seperti Reksadana Saham, Saham dll.
Lapisan ketiga ini merupakan tujuan keuangan jangka pendek plus menengah seperti contoh membeli rumah, mobil, menikah, perjalanan ibadah dll. Yang di sebut tujuan jangka pendek adalah investasi 0 – 3 tahun dan menengah adalah 3- 5 tahun. Perlunya perencanaan investasi yang baik sesuai dengan profile risiko client. Instrumen – instrumen investasi seperti Pasar Uang , Pendapatan Tetap, SBN dan Deposito dapat menjadi pilihan agar tercapai tujuan tersebut.
Lapisan Kelima : Warisan dan Sumbangan
Lapisan ke lima adalah lapisan terakhir perencana keuangan, lapisan ini sangat diperlukan bagi client yang ingin merencanakan distribusi aset dengan baik, baik dari sisi Warisan atau Sumbangan/Wakaf/Donasi. Perencana Keuangan dapat memberikan saran untuk mengecek rasio likuiditas, masalah dalam lapisan kelima ini adalah pencairan dana likuid yang sangat cepat, ini akan menimbulkan masalah baru bagi ahli waris, apalagi terjadi konflik keluarga tentang waris. Rasio Likuiditas adalah minimal 15%, perhitungannya dari aset likuid yang ada dibandingkan dengan total kekayaan. Seorang perencana keuangan dapat juga memberikan saran client untuk merencanakan sumbangan/donasi/wakaf dari kekayaan yang ada. Nilai Polis Asuransi jiwa bisa menjadi solusi untuk memecahkan persoalan yang terjadi di lapisan ini.
==00==